Jumat, 18 Februari 2011

tulisan kenegaraan


KENEGARAAN PANCASILA


            Bangsa Indonesia bersyukur dan bangga mewarisi nilai-nilai fundamental, mulai sosio-budaya luhur, berpuncak sebagai filsafat hidup (Weltanschauung) yang dijadikan dan ditegakkan sebagai filsafat negara Pancasila (ideologi nasional). Nilai fundamental ini adalah asas kerokhanian bangsa dan negara; perwujudan identitas dan kepribadian nasional (jatidiri nasional); karenanya merupakan sumber nilai dan cita nasional sekaligus adalah sumber dari segala sumber hukum.
            Sebagai filsafat hidup, nilai Pancasila merupakan landasan idiil kebangsaan dan kenegaraan, sebagai wawasan nasional yang ditegakkan dalam NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45; kemudian berkembang dalam asas wawasan nusantara (yang secara geo-politik dan geo-ekonomi: ZEE) memperkaya SDA nasional dan meningkatkan ketahanan nasional demi kemerdekaan, kedaulatan dan kejayaan NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45.
            NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila memiliki integritas dan keunggulan: natural (strategis, subur dan kaya SDA), potensial SDM (kuantitas-kualitas), kaya dan luhur kultural (bahasa nasional, filsafat hidup Pancasila); luhur nilai filsafat Pancasila (beridentitas theisme religious) dan konstitusional (UUD Proklamasi, UUD 45). Keunggulan dimaksud menjamin kejayaan dan integritas nasional; karenanya akan tetap tegak berkat SDM Pancasilais.
            Subyek SDM Pancasilais sebagai subyek penegak NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 akan terwujud, bila negara menunaikan amanat visi-misi: mencerdaskan kehidupan bangsa dengan sistem pendidikan nasional yang dijiwai moral Pancasila secara mantap terpercaya.   
            Nilai-nilai fundamental dan wawasan nasional (yang melembaga dalam sistem kenegaraan Pancasila - UUD Proklamasi) di atas hanya akan dapat dipahami, dihayati dan ditegakkan (dibudayakan) oleh generasi kini dan penerus melalui dikembangkannya N-sistem nasional sebagai identitas, integritas dan jabaran sistem kenegaraan Pancasila (cermati skema 3 dalam II. B. naskah ini).

I.       Latarbelakang dan Dasar Pikiran
            Setiap bangsa dan negara menegakkan sistem kenegaraannya berdasarkan sistem filsafat dan atau ideologi nasionalnya; nilai fundamental ini menjiwai, melandasi dan memandu tatanan dan fungsi kebangsaan, kenegaraan dan kebudayaan, yang secara umum diakui sebagai Weltanschauung dan dasar negara!  
            Sistem filsafat terutama mengajarkan bagaimana kedudukan, potensi dan martabat kepribadian manusia di dalam alam; khususnya dalam masyarakat dan negara dengan menegakkan asas HAM yang seimbanga dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Asas demikian adalah essensi ajaran filsafat Pancasila dalam teori hak asasi manusia (HAM) dan teori kekuasaan (kedulatan) dalam negara; termasuk sistem ketatanegaraan (teori kedaulatan) dan sistem negara hukum. Dalam UUD negara, ditetapkan otoritas negara, kewajiban dan kewenangan negara dalam hubungan dengan kedudukan, hak dan kewajiban warga negara.   
            Jadi, sistem kedaulatan maupun sistem negara hukum adalah ajaran filsafat yang bertujuan menjamin HAM dalam budaya dan peradaban, istimewa dalam sistem kenegaraan, sebagai rumah tangga bangsa!

A.     Ajaran Sistem Filsafat tentang Kedudukan dan Martabat Manusia
            Sejarah HAM membuktikan bahwa sepanjang peradaban senantiasa dalam tantangan: Mesir purbakala, Cina, Yunani. . .  sampai kolonialisme-imperialisme di Asia dan Afrika baru runtuh pertengahan abad XX.
            Nilai demokrasi sebagai suatu teori kedaulatan, atau sistem politik (kenegaraan) diakui sebagai teori yang unggul, karena mengakui kedudukan, hak asasi, peran (fungsi), bahkan juga martabat (pribadi, individu) manusia di dalam masyarakat, negara dan hukum.
            Secara universal diakui kedudukan dan martabat manusia sebagai dinyatakan, antara lain: “. . . these values be democratically shared in a world-wide order, resting on respect for human dignity as a supervalue . . .” (Bodenheimer 1962: 143). Sebagaimana juga Kant menyatakan: “. . .that humanity should always be respected as an end it self (Mc Coubrey & White 1996: 84)
            Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh Carl von Savigny (1779 - 1861) dengan teorinya yang amat terkenal sebagai Volkgeist ---yang dapat disamakan sebagai jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional---. Demikian pula di Perancis dengan "teori 'raison d' etat' (reason of state) yang menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign, independent, and nationa state)". (Bodenheimer 1962: 71-72)  
            Demikianlah budaya dan peradaban modern mengakui dan menjamin kedudukan manusia dalam konsepsi HAM sehingga ditegakkan sebagai negara demokrasi, sebagaimana tersirat dalam pernyataan: “. . . fundamental rights and freedom as highest value as legal.” (Bodenheimer 1962: 149) sebagaimana juga diakui oleh Murphy & Coleman: “. . . respect to central human values . . .” (1996: 22; 37). 
            Berdasarkan berbagai pandangan filosofis di atas, wajarlah kita bangga dengan sistem filsafat Pancasila yang mengandung ajaran HAM (sila I – II, ditegakkan melalui sila III – IV demi sila V). HAM diakui sebagai anugerah sekaligus amanat; karenanya ditegakkan dalam asas keseimbangan HAM dan KAM (kewajiban asasi manusia). Juga diakui potensi dan martabat kepribadian manusia sebagai subyek budaya, subyek hukum dan subyek moral
            Secara normatif filosofis ideologis, negara RI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengakui kedudukan dan martabat manusia sebagai asas HAM berdasarkan Pancasila yang menegakkan asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dan kewajiban asasi manusia (KAM) dalam integritas nasional dan universal (termasuk Universal Declaration of Human Rights, UNO maupun USA).
Sebagai integritas nasional bersumber dari sila III, ditegakkan dalam asas Persatuan Indonesia (= wawasan nasional) dan dijabarkan secara konstitusional sebagai negara kesatuan (NKRI dan wawasan nusantara). Bandingkan dengan fundamental values dalam negara USA sebagai terumus dalam CCE 1994: 24-25; 53-55, terutama: "Declaration of independence, Human Rights, E Pluribus Unum, the  American political system, market economy and federalism."
NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45 memiliki integritas-kualitas keunggulan normatif filosofis-ideologis dan konstitusional: asas theisme-religious dan UUD Proklamasi menjamin integritas budaya dan moral politik yang bermartabat. Hanya SDM berjiwa Pancasila (SDM Pancasialis) yang terpercaya menjamin tegaknya integritas sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45, sehingga budaya dan moral politik NKRI senantiasa memancarkan kepemimpinan yang adil dan beradab. Hayati dan tegakkan ajaran HAM berdasarkan filsafat Pancasila (skema 1)

HAM BERDASARKAN FILSAFAT PANCASILA
(Asas Keseimbangan HAM dan KAM)


 






























(MNS 2000: 87 – 98)
skema 1


B.     Ajaran Sistem Filsafat Pancasila dan Sistem Kenegaraan RI
            Filsafat Pancasila cukup memberikan kedudukan yang tinggi dan mulia atas kedudukan dan martabat manusia (sila I dan II); karenanya ajaran HAM berdasarkan Pancasila mengutamakan asas normatif theisme-religious:
1.   bahwa HAM adalah karunia dan anugerah Maha Pencipta (sila I dan II); sekaligus amanat untuk dinikmati dan disyukuri oleh umat manusia.
2.   bahwa menegakkan HAM senantiasa berdasarkan asas keseimbangan dengan kewajiban asasi manusia (KAM). Artinya, HAM akan tegak hanya berkat (umat) manusia menunaikan KAM sebagai amanat Maha Pencipta.
3.   kewajiban asasi manusia (KAM) berdasarkan filsafat Pancasila, ialah:
a.   manusia wajib mengakui sumber (HAM: life, liberty, property) adalah Tuhan Maha Pencipta (sila I).
b.   manusia wajib mengakui dan menerima kedaulatan Maha Pencipta atas semesta, termasuk atas nasib dan takdir manusia;  dan
c.   manusia wajib berterima kasih dan berkhidmat kepada Maha Pencipta, atas anugerah dan amanat yang dipercayakan kepada (kepribadian) manusia.
Tegaknya ajaran HAM ditentukan oleh tegaknya asas keseimbangan HAM dan KAM; sekaligus sebagai derajat (kualitas) moral dan martabat manusia.
Sebagai manusia percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, kita juga bersyukur atas potensi jasmani-rokhani, dan martabat unggul, agung dan mulia manusia berkat anugerah kerokhaniannya ---sebagai terpancar dari akal-budinuraninya--- sebagai subyek budaya (termasuk subyek hukum) dan subyek moral. (M. Noor Syam 2000: 147-160; cermati bagaimana asas HAM dan KAM berdasarkan filsafat Pancasila; termasuk skema terlampir).
            Berdasarkan ajaran suatu sistem filsafat, maka wawasan manusia (atas martabat manusia) termasuk wawasan nasional; ditegakkan sebagai sistem kenegaraan. Artinya, sistem filsafat negara terjabar secara konstitusional (UUD Negara) bagaimana bangsa Indonesia menegakkan NKRI sebagai negara berkedaulatan rakyat dan negara hukum. Kedua asas fundamental ini memancarkan identitas dan keunggulan sistem kenegaraan RI berdasarkan Pancasila – UUD 45. Keunggulan sistem kenegaraan Pancasila, terpancar dalam pengakuan atas martabat manusia (asas HAM dan KAM), manusia sebagai subyek budaya dan subyek moral sebagai wujud kepribadian nation and character building! Juga SDM Pancasilais ini unggul terpercaya untuk menjamin kejayaan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45.
            Ajaran luhur filsafat Pancasila memancarkan identitas theisme-religious sebagai keunggulan sistem filsafat Pancasila dan filsafat Timur umumnya --- karena sesuai dengan potensi martabat dan integritas kepribadian manusia---.
            Amanat moral filosofis-ideologis ini tersurat dalam Penjelasan UUD 45:
NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45 mengamanatkan cita luhur berbangsa dan bernegara, sebagai dimaksud dalam Penjelasan UUD 45 (empat pokok pikiran), terutama:  "……….
4.    Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Oleh karena itu, Undang Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara untuk memelihara budipekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur".

            Amanat konstitusional, filosofis-ideologis dan moral di atas tidak mungkin dapat ditegakkan oleh SDM yang dijiwai paham sekularisme, neoliberalisme, individualisme-materialisme, apalagi komunisme-atheisme!
            Tegasnya, subyek penegak nilai luhur demikian ialah SDM Pancasilais terpercaya yang mampu menegakkan budaya dan moral politik NKRI yang beradab dan bermartabat sesuai amanat fundamental konstitusional tersebut.

II.   Negara Kesatuan RI Berdasarkan Pancasila-UUD 45
Sesungguhnya secara filosofis-ideologis-konstitusional bangsa Indonesia menegakkan kemerdekaan dan kedaulatan dalam tatanan negara Proklamasi, sebagai NKRI berdasarkan Pancasila-UUD 45, dengan asas dan identitas fundamental, adalah fungsional sebagai asas kerokhanian-normatif-filosofis-ideologis dalam UUD 45. Pembukaan UUD 45 mengamanatkan cita nasional primer untuk keunggulan SDM masa depan yang terpercaya, yang mampu menjamin tegak-lestarinya kemerdekaan, kedaulatan dan kejayaan NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45: "….mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa…." yang bermakna sebagai visi-misi nation and character building…..!
            Amanat nasional ini mutlak diwujudkan untuk menjamin integritas dan kualitas bangsa-negara menghadapi dinamika dan tantangan masa depan (globalisasi, postmodernisme dan berbagai tantangan ideologis: neo-liberalisme, anarchisme bahkan komunisme-atheisme) yang bertentangan dengan sila I Pancasila dan UUD 45 pasal 29; bahkan dengan sila III-IV (= negara nasional dan negara berkedaulatan rakyat).
            Kepribadian manusia unggul - terpercaya (unggul kompetitif) menjamin tegaknya integritas NKRI yang jaya sentausa; unggul-terpercaya dalam makna sebagai subyek penegak dan bhayangkari NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45!
           
A.     Sistem Kenegaraan Pancasila Tegak dalam N-Sistem Nasional
            Bahwa sesungguhnya UUD Negara adalah jabaran dari filsafat negara Pancasila sebagai ideologi nasional (Weltanschauung); asas kerokhanian negara dan jatidiri bangsa. Karenanya menjadi asas normatif-filosofis-ideologis-konstitusional bangsa; menjiwai dan melandasi cita budaya dan moral politik nasional, terjabar secara konstitusional:
1.   Negara berkedaulatan rakyat (= negara demokrasi: sila IV).
2.    Negara kesatuan, negara bangsa (nation state, wawasan nasional dan wawasan nusantara: sila III), ditegakkan sebagai NKRI.
3.    Negara berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat): asas supremasi hukum demi keadilan dan keadilan sosial: oleh semua untuk semua (sila I-II-IV-V); sebagai negara hukum Pancasila.
4.    Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab (sila I-II) sebagai asas moral kebangsaan kenegaraan RI; ditegakkan sebagai budaya dan moral manusia warga negara; budaya dan moral politik NKRI.
5.    Negara berdasarkan asas kekeluargaan (paham persatuan: negara melindungai seluruh tumpah darah Indonesia, dan seluruh rakyat Indonesia. Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan: sila III-IV-V); ditegakkan dalam sistem ekonomi Pancasila (M Noor Syam, 2000: XV, 3).
Asas-asas mendasar demikian hanya tegak oleh SDM berjiwa Pancasila, yang setia dan bangga dan siap menegakkan, mendidikkan dan membudayakan nilai dasar negara Pancasila.
Sistem kenegaraan RI secara formal adalah kelembagaan nasional yang bertujuan mewujudkan asas normatif filosofis-ideologis (in casu dasar negara Pancasila) sebagai kaidah fundamental dan asas kerokhanian negara di dalam kelembagaan negara bangsa (nation state).

Perwujudan dan Sistem NKRI Berdasarkan Pancasila – UUD 45

Trapezoid: P  A  N  C  A  S  I  L  A 









                                                            skema 2                                   (MNS, 1985)

Asas normatif filosofis-ideologis dan konstitusional sebagai terlukis dalam skema 2 (sebagai rumah tangga NKRI) mengalami perubahan (baca: degradasi: menjadi neo-liberalisme, sekaligus MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara)
Asas normatif fundamental ini bersumber dari sistem filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious. (Bandingkan dengan berbagai sistem filsafat yang melandasi sistem kenegaraan dari: negara komunisme, negara liberalisme-kapitalisme; negara sosialisme, zionisme maupun fascisme). Jadi, bangsa dan NKRI secara normatif memiliki integritas dan kualitas keunggulan sistem kenegaraan; karenanya kita optimis dapat menjadi bangsa dan negara jaya (MNS, 2000: 45)

B      Wawasan Nasional dan N-Sistem Nasional
Filsafat Pancasila berfungsi sebagai ideologi negara mengamanatkan ajaran bagaimana bangsa Indonesia menegakkan nilai budaya dan moral Pancasila, yang dijiwai nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam sistem kenegaraan (cermati: Pembukaan + pasal 29 UUD 45). Karenanya, filsafat Pancasila mengamanatkan asas-asas normatif-filosofis religious ---sebagai sistem filsafat yang beridentitas theisme-religious--- dalam semua sistem nasional yang ditegakkan secara konstitusional dan melembaga.
Filsafat dan ideologi Pancasila memancarkan ajaran yang luhur dan unggul, terbukti dalam asas-asas normatif-konstitusional:
1.      Sila I mengamanatkan manusia Indonesia menegakkan nilai Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar Kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam asas theisme religious dan SDM takwa.
2.      Filsafat Pancasila mengandung ajaran hak asasi manusia (HAM) bersumber sila I, beridentitas (berkarakter sila II; dijiwai dan dilandasi sila I-II-IV-V).
3.      Filsafat Pancasila mengandung ajaran HAM dalam asas keseimbangan hak asasi manusia (HAM) dengan kewajiban asasi manusia (KAM): menegakkan kedaulatan rakyat, negara hukum dan supremasi hukum demi keadilan. (Hayati skema 3: HAM dan KAM, terlampir).
4.      NKRI menegakkan nation state berkedaulatan rakyat (demokrasi); maknanya = demokrasi (berdasarkan) moral Pancasila (= demokrasi Pancasila); bukan demokrasi liberal, atau neo-liberal; apalagi anarchisme ---sebagai kita saksikan dalam era reformasi---.
5.      NKRI adalah negara hukum: menegakkan supremasi hukum demi keadilan. Karenanya, kekuasaan (kelembagaan, kepemimpinan) wajib menjamin tegaknya HAM dan keadilan; dimulai dengan menegakkan budaya dan moral politik Pancasila. 
            Semua asas filosofis-ideologis demikian terjabar dalam UUD Proklamasi; karenanya kewajiban semua lembaga negara dan kepemimpinan nasional untuk melaksanakan amanat konstitusional dimaksud; terutama NKRI dengan identitas sebagai negara demokratis dan negara hukum menegakkan HAM dengan asas dan praktek budaya dan moral politik yang dijiwai moral filsafat Pancasila ---yang beridentitas theisme-religious---. Amanat konstitusional ini secara kenegaraan terutama menegakkan moral Ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab; dalam NKRI sebagai negara hukum (Rechtsstaat) demi supremasi hukum dan keadilan serta keadilan sosial (oleh semua, untuk semua!).
Secara formal-struktural-kenegaraan asas normatif filosofis-ideologis Pancasila dikembangkan (dijabarkan) dalam tatanan kenegaraan sebagai terlukis dalam skema 3.
Untuk menyelematkan tegaknya sistem kenegaraan Pancasila (NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45), maka asas-asas dalam struktur dan asas normati kenegaraan dalam skema berikut imperatif (wajib) ditegakkan, dikembangkan dan dibudayakan N-sistem nasional sebagai jabaran fungsional dasar negara Pancasila. 

*) =      N = sejumlah sistem nasional, terutama:
            1. Sistem filsafat Pancasila
            2. Sistem ideologi Pancasila                                                   
            3. Sistem politik Pancasila (= demokrasi Pancasila)
4. Sistem ekonomi Pancasila
5. Sistem hukum (berdasarkan) Pancasila
            6. Sistem Pendidikan Nasional (berdasarkan) Pancasila
            7. Sistem budaya Pancasila
8. Sistem Hankamnas, Hankamrata
    skema 3                               (MNS, 1988)
Secara fundamental: normatif-filosofis-ideologis dan konstitusional skema di atas melukiskan asas normatif: praktek budaya dan moral politik bangsa negara sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UUD Proklamasi (UUD 45). Pengamalan amanat dimaksud terjabar dalam UUD 45, dan dikembangkan di dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998 serta dilengkapi dengan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM. Tegasnya, terbinanya SDM unggul-terpercaya adalah mutlak untuk menjamin tegaknya sistem kenegaraan Pancasila – UUD 45 yang mengandung nilai-nilai fundamental yang menjamin kesejahteraan sosial manusia rokhaniah – jasmaniah, dunia dan akhirat.
Guna klarifikasi dan pemahaman yang mantap atas kepribadian SDM Pancasilais, hayati makna dan nilai dalam skema 4, 5, dan 6 berikut:
Struktur Nilai dalam Sistem Kenegaraan RI
Skema 4

KONSEP DIRI DAN WAWASAN MANUSIA
                                                                                                skema 5                               (MNS 1990)         

SDM PANCASILAIS
(SEBAGAI SDM BERKUALITAS)

+ = Rasional
* = Suprarasional
(MNS, 1973; 2000)
Skema 6
Catatan:
Membaca semua skema, sebaiknya dimulai dari baris bawah (basic), berkembang dan meningkat ke atas…….!

            Terwujud dan berkembangnya kepribadian SDM Pancasilais sebagai dimaksud jabaran sederhana di atas (skema 1, 3, 4, 5 dan 6) lebih ditentukan bagaimana sistem pendidikan nasional dan pelaksanaannya, terutama fungsi nilai mental-moral SDM dimaksud (dijiwai moral filsafat Pancasila yang memancarkan identitas martabatnya sebagai sistem filsafat theisme-religious dan atau sistem filsafat monotheisme religious.
Tinjauan kritis atas sistem pendidikan nasional (UU No. 20 tahun 2003) sesungguhnya mengandung beberapa kekurangan ---terutama adanya RUU BHP--- namun dapat dilaksanakan demi tujuan pendidikan nasional dimaksud! Mulai SDM guru-dosen sampai dana, kurikulum dan perbukuan hendaknya menjadi prioritas utama peningkatan pembenahannya. 

III.    Kesimpulan
            NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila menegakkan dan memancarkan nilai fundamental sistem filsafat Pancasila yang mengandung identitas – integritas – kualitas sebagai sistem filsafat theisme – religious (terjabar dalam Pembukaan dan pasal 29 UUD 45). Nilai fundamental ini berfungsi sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara RI, karenanya menjadi asas budaya dan moral kepemimpinan dan kenegarawanan dalam budaya dan moral politik nasional. Nilai fundamental filsafat Pancasila sebagai Weltanschauung dan ideologi negara dan jabarannya secara konstitusional, tersimpul dalam pokok-pokok pikiran:
1.   Sistem filsafat Pancasila menjadi sumber nilai dan cita nasional, asas budaya dan moral kebangsaan dan kenegaraan RI. Asas theisme-religious sebagai asas kerokhanian manusia bangsa dan negara Indonesia terjabar dalam asas keseimbangan HAM dan KAM yang menjamin integritas manusia, bangsa dan negara; sebagai perwujudan nation and character building.
2.      Pengakuan atas potensi dan martabat manusia demikian (sila II yang dijiwai sila I) ditegakkan dalam:
a.       sistem negara berkedaulatan rakyat (demokrasi);
b.      sistem negara hukum (Rechtsstaat);  dan
c.       sistem negara bangsa (nation state) dengan asas wawasan nasional dan wawasan nusantara.
      SDM demikian (unggul-terpercaya) berkewajiban menegakkan sistem demokrasi Pancasila dan supremasi hukum demi tegaknya negara demokrasi dan negara hukum RI serta keadilan oleh semua untuk semua; sebagaimana juga demi terwujudnya sila V.
3.   NKRI sebagai negara bangsa (nation state) adalah perwujudan wawasan nasional (sila III, dijiwai sila I-II ditegakkan oleh sila III – IV demi sila V); karenanya kerukunan nasional (dijiwai moral sila I-II) menjamin integritas nasional NKRI (asas kerakyatan sila IV, dan keadilan sosial: sila V) dan dikawal oleh SDM unggul-terpercaya sebagai bhayangkari negara Pancasila. 
4.   Pengamalan ajaran HAM (berdasarkan) filsafat Pancasila mengakui potensi dan martabat manusia sebagai subyek budaya dan subyek moral. Jadi, manusia mengemban amanat dan kewajiban menegakkan kedaulatan/demokrasi demi HAM (kemerdekaan, kedaulatan, kemandirian dan martabat manusia) sekaligus penegak visi-misi nation and character building (SDM berkualitas) sebagai terpancar dalam asas dan praktek kekeluargaan demi tegaknya NKRI yang beradab dan bermartabat.
5.   Kelembagaan dan kepemimpinan suprastruktur dan infrastruktur sebagai praktek HAM dan demokrasi niscaya (a priori, mutlak) dibina melalui kelembagaan kependidikan nasional demi SDM berkualitas sebagai subyek unggul-terpercaya yang menegakkan NKRI sebagai sistem kenegaraan Pancasila dalam jabaran N-sistem nasional yang mantap, menjamin terwujudnya sila V sebagai bangsa-negara adil makmur oleh dan untuk SDM warga negara yang unggul-terpercaya sebagai bhayangkari negara Proklamasi (NKRI berdasarkan Pancasila - UUD 45)…… bukan praktek nilai-nilai yang menyimpang (neo-liberalisme, oligarchy, plutocracy, anarchisme, sekularisme dan atheisme) sebagai fenomena yang berkembang dalam praktek reformasi; sebagai terlanda neo-liberalisme dan postmodernisme. Ketahanan nasional Indonesia primer ditentukan oleh integritas dan martabat SDM Pancasilais yang terpercaya sebagai bhayangkari sistem kenegaraan NKRI berdasarkan Pancasila – UUD 45.
Semoga bermanfaat.
                                                                        Malang, 26 Juli 2006
                                                                        Laboratorium Pancasila UM
                                                                        Ketua,
                                                                        Prof. Dr. Mohammad Noor Syam, SH
                                                                        NIP 130220550         


B A C A A N

Bodenheimer, Edgar 1962: Jurisprudence the Philosophy and Methode of the Law, Massachusetts, Harvard University Press.
Center for Civic Education 1994: National Standards for Civics and Government, California, Center for Civics Education (CCE).
Hans Kelsen 1991: General Theory of Norms, Clarendon Press, Oxford.
--------------- 1973: General Theory of Law and State, New York, Russel & Russel.
Huston Smith, 1985: The Religions of Man, (Agama-Agama Manusia, terjemah oleh: Saafroedin Bahar), Jakarta, PT Midas Surya Grafindo.
Mohammad Noor Syam 2000: Penjabaran Fislafat Pancasila dalam Filsafat Hukum (sebagai Landasan Pembinaan Sistem Hukum Nasional), disertasi edisi II, Malang, Laboratotium Pancasila.
----------------------- 2000: Pancasila Dasar Negara Republik Indonesia (Wawasan Sosio-Kultural, Filosofis dan Konstitusional), edisi II, Malang Laboratorium Pancasila.
McCoubrey & Nigel D White 1996: Textbook on Jurisprudence (second edition), Glasgow, Bell & Bain Ltd.
Murphy, Jeffrie G & Jules L. Coleman 1990: Philosophy of Law An Introduction to Jurisprudence, San Francisco, Westview Press.
UNO 1988: HUMAN RIGHTS, Universal Declaration of Human Rights, New York, UNO
Wilk, Kurt (editor) 1950: The Legal Philosophies of Lask, Radbruch, and Dabin, New York, Harvard College, University Press.


*     Pemikiran dalam Orasi (Makalah) menyambut HUT 39 Laboratorium Pancasila UM, 5 Juli 2006  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar